Jika Mau Maju, Kalahkan Dulu Rasa Takut
Ketakutan sebenarnya merupakan anugerah Tuhan. Karena adanya
anugerah itu, kita akan buru-buru menghindar jika ketemu macan saat
kita lagi berkemah di hutan. Tetapi, seringkali muncul ketakutan
yang tidak proporsional. Gara-gara memiliki ijazah sarjana,
misalnya, seseorang menjadi takut memulai usaha di bidang-bidang
yang dianggap tak selevel dengan tingkat pendidikannya. Atau,
gara-gara bapaknya seorang walikota, anaknya lantas tak mau
berusaha di bidang yang kurang bergengsi.
Lantaran ketakutan gengsinya bakal jatuh, orang-orang yang
berpendidikan tinggi atau keluarga menak akhirnya malah disalip
oleh "orang-orang biasa" yang punya keberanian untuk memulai
bisnis. Ketakutan jenis kedua ini tentu saja bukan merupakan
anugerah, melainkan sebuah penghalang untuk melangkah maju.
Ada sebuah buku menarik yang mengulas soal ketakutan tak beralasan
seperti itu. Judulnya, Fight Your Fear and Win. Dalam buku ini
disebutkan bahwa orang-orang yang mampu mengalahkan ketakutannya
akan memiliki keyakinan kuat untuk melangkah. Adanya keyakinan ini
merupakan modal paling utama sebelum memulai sesuatu.
Hal penting yang kedua adalah energi. Buku itu menyatakan, semua
orang memiliki energi untuk maju. Energi yang dimaksud di sini
tentu bukan berbentuk kalori, melainkan berupa ambisi dan keinginan
untuk mengukir sukses. Namun, energi itu tak akan menghasilkan
apa-apa jika seseorang tak mau berusaha mewujudkannya -yang dalam
buku itu disebut sebagai attitude.
Seberapa pun besarnya ambisi seseorang tak akan menghasilkan
apa-apa jika tak diikuti dengan tindakan yang nyata untuk
mewujudkannya. Dengan kata lain, ambisi dan upaya untuk
mewujudkannya harus merupakan satu kesatuan dan berjalan
bersama-sama. Seseorang harus memiliki energi dan attitude yang
sama baiknya. Energi rendah tapi attitude buruk hanya akan
melahirkan seorang yang selalu kelihatan panik tapi tak pernah
berbuat apa-apa.
Yang menarik, menurut buku itu, besarnya energi itu ternyata juga
terkait dengan umur seseorang. Ketika umur masih muda, orang
memiliki optimal energy. Energi itu secara perlahan akan berubah
menjadi performance energy saat umur mulai menapak usia dewasa.
Boleh dibilang, manusia bisa melakukan apa saja saat masih memiliki
optimal energy. Ada baiknya, orang mencari potensi yang ada dalam
dirinya pasa saat optimal energy masih ada dalam dirinya. Jika
potensi itu sudah ditemukan, dia bisa mengelolanya dengan baik
dengan memanfaatkan performance energy.
Kisah hidup tamu saya, Pak Hengky, barangkali bisa dijadikan contoh
yang baik mengenai hal ini. Seperti yang diceritakannya sendiri,
Pak Hengky mengalami jatuh bangun, jatuh, jatuh, jatuh, jatuh,
kemudian bangun. Begitu tamat SMA, Hengky mulai berdagang konveksi
di kaki lima, bekerja di restoran menjadi pelayan, berbisnis video
rekaman, serta ikan hias yang semua berakhir dengan kerugian.
Kesuksesannya baru mulai tampak saat dia berjualan Bakmi dengan
gerobak dorong di areal Kompleks Perumahan Villa Japos di kawasan
Ciledug, Tangerang. Ternyata usaha itu berkembang pesat hingga
mengantarkannya menjadi salah satu orang yang sukses meniti hidup.
Apa kuncinya? Pak Hengky bilang keyakinan. Itu tidak salah, tentu
saja. Tapi yang tak kalah penting, Pak Hengky ini mampu
memanfaatkan optimal energy-nya untuk mencari kelebihan dirinya.
Dia tak akan pernah tahu bahwa kemampuannya adalah membikin,
memasak, dan menjual bakmi andai saja dia tak berani mencoba bisnis
konveksi, bisnis ikan hias, dan seterusnya tadi. Jadi, kenapa Anda
mesti takut memulai.***
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda